Bermula dari kesenangannya mengoleksi buku. Kesenangan itu berbanding terbalik dengan rendahnya kebiasaan membaca masyarakat di sekitar kediamannya. Diam-diam tumbuh keinginan dalam dirinya untuk berbagi, menularkan bacaan miliknya kepada orang-orang di sekitarnya.

Ia lalu membuka warung di rumahnya. Buku-buku ditumpuk di sekitar barang jualan. Masyarakat yang datang berbelanja, tanpa disadari, ikut membuka-buka buku yang ada. Lambat laun, warung dengan banyak koleksi buku itu menyebar di masyarakat.

Kiswanti perempuan yang senang mengoleksi buku tersebut lalu membentuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Namanya Taman Bacaan Warabal, singkatan dari Warung Baca Lebak Wangi, terletak di Kampung Saja, Lebak Wangi, Pemegarsari, Parung, Bogor. Ia menyediakan sebuah ruang tempat tinggalnya sebagai taman bacaan yang penuhi sedikitnya 2.500 buku. Tak hanya menyediakan tempat, Kiswanti pun bersepeda keliling kampung membawa bahan bacaanya.

Kegiatan Kiswanti akhirnya tercium oleh aparat Direktorat Pendidikan Masyarakat (Dikmas), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Setelah menyelesaikan prosedur yang dipersyaratkan, bantuan pun diberikan untuk operasional taman bacaan tersebut.

Sejak tiga tahun terakhir, Depdiknas gencar mendorong tumbuhnya Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Ini merupakan salah satu kegiatan dari program peningkatan budaya baca dan pembinaan perpustakaan yang digalakkan oleh Direktorat Dikmas, Ditjen Pendidiikan Non Formal dan Informal sebelumnya Ditjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas. ”Dalam jangka panjang, kita ingin menciptakan masyarakat pembelajar melalui peningkatan budaya baca,” tutur Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal Depdiknas, Ace Suryadi.

Untuk mencapai keinginan tersebut, diperlukan adanya kesediaan masyarakat untuk membentuk taman bacaan. Dari sini pada akhirnya berkembang menjadi perpustakaan. Depdiknas, kata Ace, berupaya menyiapkan bahan bacaan yang bisa diakses oleh masyarakat sesuai kebutuhan di daerah masing-masing.

Bantuan diberikan dalam bentuk block grant bagi pengelola TBM yang memenuhi persyaratan. Antara lain, punya tempat dan punya lembaga. Tempat bisa di masjid atau tempat-tempat ibadah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), atau Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).

Tidak hanya itu. Menurut Ace, Depdiknas juga akan memfasilitasi supaya ada donasi buku dari masyarakat atau lembaga lain seperti perusahaan atau penerbit. ”Kita juga merencanakan ada rotasi buku antar TBM,” ujarnya. Masalahnya, kata dia, ada TBM yang sudah lapuk, tidak didatangi pengunjung karena ketiadaan buku baru.

Dengan rotasi buku antar TBM, diharapkan minat baca masyarakat tetap tinggi. Sebab, menurut pengamatan Ace, selama ini minat baca masyarakat pada dasarnya memang sudah cukup tinggi. Minat itulah yang harus dipenuhi dengan menyediakan bacaan yang dibutuhkan. Misalnya, buku-buku agama, atau buku-buku ketrampilan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.

Upaya mendorong terbentuknya TBM di masyarakat tampaknya sudah menunjukkan peningkatan. Tahun 1992 lalu, kata Ace, hanya ada sekitar 190 TBM di Indonesia. Tapi sejak tiga tahun terakhir, jumlah ini meningkat jauh lebih besar. ”Sekarang ada sekitar 5.400 TBM di Indonesia,” tuturnya. Tahun 2009, direncanakan setiap kecamatan telah memiliki TBM. Bahkan desa-desa pun dibina agar memiliki taman bacaan.

Selain taman bacaan, menurut Ace Suryadi, saat bersamaan dikembangkan juga mobile TBM. Ini semacam perpustakaan keliling menggunakan kendaraan mobil yang dimodifikasi sebagai taman bacaan. Kendaraan ini ditempatkan di daerah-daerah yang membutuhkan, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk melayani masyarakat.

Mobile TBM dioperasikan oleh SKB yang ada di daerah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat. ”Saat ini sudah ada 127 mobile TBM di 127 kabupaten. Tahun depan direncanakan 143 mobile TBM,” tutur Ace Suryadi.

Lain di daerah-daerah kabupaten, lain pula di wilayah perkotaan. Di perkotaan, menurut Ace, akan dikembangkan taman bacaan berbasis ICT yang memungkinkan bisa mengakses internet. Ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mengakses informasi dari dunia maya, tidak sebatas hanya dari buku.

Semua upaya tersebut, lanjut Ace, bertujuan mendorong peningkatan budaya baca dan pembinaan perpustakaan di masyarakat. Dengan cara itu, pada gilirannya akan meningkatkan budaya baca. Peningkatan budaya baca akan melahirkan masyarakat berpengatahuan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas.

Kiswanti sudah membuktikannya. Dengan menyediakan ruangan berukuran 45 meter persegi di sisi kiri rumahnya yang dibuka 24 jam, bergantian masyarkat dari kelompok umur yang berbeda mendatangi tempat tersebut. Pagi mengenalkan huruf dan angka kepada anak usia 3-5 tahun, petang giliran anak usia sekolah (7-10 tahun) belajar agama dan belajar kelompok, malam tempat berkumpul remaja 10-18 tahun belajar berkelompok.

Tak hanya itu. Para ibu-ibu mendatangi tempat ini di sela-sela waktu mereka mengurus rumah tangga. Dari serangkaian aktivitas tersebut menunjukkan, kehadiran Taman Bacaan Warabal telah menumbuhkan budaya baca masyarakat.
Sumber : http://republika.co.id/koran_detail.asp?id=315748&kat_id=319